
Kecepatan media radio dalam menyampaikan informasi memang tidak perlu diragukan
lagi. Namun kecepatan penyampaian informasi sering tidak diimbangi dengan proses cek dan
ricek yang memadai. Dampaknya adalah kesalahan data dan informasi yang menyebabkan
kebenaran informasi menjadi diragukan. Apabila akurasi data sangat rendah maka informasi
yang disampaikan dapat menjadi informasi bohong (hoax). Memang tidak menutup
kemungkinan informasi yang disampaikan melalui media radio juga mengandung unsur bohong.
Akibat memberikan informasi yang bohong maka media radio telah menyesatkan pendengarnya.
Kenyataanya cukup banyak radio terutama di daerah yang tidak memiliki redaksi
pemberitaan. Begitu juga sangat jarang radio yang memiliki penulis naskah siaran. Dampaknya
penyiar radio cenderung membacakan berita koran atau mengambil dari media online.
Sayangnya penyiar tidak melakukan klarifikasi atau cek dan ricek terhadap kebenaran informasi
yang didapatkan melalui media online. Cenderung karena judul berita yang bombasting
menyebabkan penyiar tertarik dan membacakan dalam siarannya. Parahnya lagi, penyiar tidak
menyebutkan sumber berita saat membacakan informasi yang didapatkan. Jadi tanpa disadari
oleh penyiar radio bahwa ia telah menyebarkan berita bohong. Penyiar secara tidak langsung
juga telah mengklaim berita hasil karya orang lain sebagai karyanya sendiri, karena penyiar tidak
menyebutkan sumber berita. Memang kesalahan yang dilakukan penyiar tersebut bukan
kesalahan kesengajaan, tetapi menjadi kesalahan karena ketidaktahuan. Celakanya kesalahan
tidak sengaja tersebut berulang, sehingga setiap hari akan menyebarkan berita bohong kepada
pendengarnya.
Dampak ketiadaan redaksi pemberitaan pada media radio lainnya yaitu tidak adanya
klarifikasi dan validasi terhadap laporan pendengar melalui telpon. Masyarakat dalam hal ini
pendengar memiliki hak dan kewajiban untuk berbagi informasi pada media radio melalui
telphon. Namun akurasi terhadap informasi yang disampaikan pendengar tentu harus divalidasi
oleh media radio, khususnya oleh tim redaksi pemberitaan. Validasi penting dilakukan sebagai
tindaklanjut dari laporan pendengar dan juga untuk memastikan kebenaran dari informasi yang
disampaikan oleh pendengar. Pendengar bisa jadi memberikan laporan berdasarkan opini
pribadinya atau kepentinganya, sehingga rawan terjadi penyimpangan data. Penyimpangan data
yang terjadi pada akhirnya akan menyebabkan munculnya informasi bohong. Pada kasus seperti
ini, pihak radio tidak dapat menyalahkan pemberi informasi sebab pihak radio tidak melakukan
konfirmasi dan validasi data.
Radio tidak saja dapat menyebarkan berita bohong (hoax) tetapi juga sangat berpotensi
menyebarkan informasi rekayasa (faxe). Salah satu bentuk informasi rekayasa yang dapat dengan
mudah ditemui dalam siaran radio adalah informasi komersial atau yang lebih dikenal dengan
iklan. Informasi rekayasa pada iklan radio terjadi karena bahasa iklan yang terlalu bombastis dan
hiperbola. Sebuah contoh iklan biskuit yang menggambarkan seorang anak setelah memakan
biskuit memiliki kekuatan super. Bila ditinjau dari segi strategi promosi memang memang wajar
untuk menarik minat konsumen dalam hal ini pendengar untuk membeli. Berbeda jika ditinjau
dari segi kebenaran sebuah informasi tentu menjadi sebuah pembohongan kepada pendengar
dalam bentuk informasi yang direkayasa.
Bentuk informasi rekayasa dalam iklan lainnya yang mudah ditemui adalah pada iklan
obat. Iklan obat cenderung memberikan gambaran kecepatan obat dalam menyembuhkan
penyakit. Hanya dalam hitungan detik setelah obat diminum maka akan memberikan efek
kesehatan. Padahal sebuah obat memerlukan waktu untuk bereaksi dan tidak serta merta dapat
memberikan kesembuhan. Alur cerita iklan seperti itu seakan merupakan hal yang wajar dan
biasa sehingga dianggap benar. Jika dicermati secara logika maka alur cerita iklan tersebut penuh
rekayasa dan tidak sesuai dengan kenyataan. Untungnya tidak ada pendengar yang menuntut
pembohongan yang terjadi pada iklan kepada lembaga penyiaran ataupun kepada produsen obat.
Iklan radio yang cukup parah dalam pengemasannya adalah iklan pengobatan alternatif
atau pengobatan tradisional. Pemilihan kata dalam iklan pengobatan alternatif cenderung
hiperbola. Contoh obat yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit hingga menjanjikan
kesembuhan. Belum lagi iklan tersebut dilengkapi dengan testimoni kesembuhan, padahal
testimoni tersebut hanya sebuah rekayasa. Dalam testimoni sering disertai ungkapan bahwa
hanya minum obat yang ditawarkan dalam jangka pendek. Iklan pengobatan alternatif di media
radio selama ini penuh dengan rekayasa informasi dan pembodohan. Mengingat secara logika
tidak mungkin ada satu obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Begitu juga
tidak ada tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan menangani beragam jenis penyakit.
Media radio selama ini hanya mengejar target iklan tanpa memperhatikan isi pesan dalam
iklan yang ditayangkan. Dampaknya media radio tanpa menyadari telah menyebarkan informasi
bohong dan rekayasa. Dalam Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, terutama pasal
46 ayat (5) disebutkan bahwa siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga
penyiaran. Menyimak isi pasal 46 ayat (5) tersebut menunjukkan bahwa apapun yang disiarkan
lembaga penyiaran menjadi tanggungjawab lembaga penyiaran sendiri, termasuk isi iklan yang
disiarkan. Berpedoman pada uraian tersebut maka hendaknya lembaga penyiaran melakukan
sensor internal yang ketat terhadap iklan yang akan disiarkan. Jika iklan mengandung informasi
bohong maka secara tidak langsung media radio yang yang telah melakukan kebohongan
ataupun rekayasa informasi.
Sudah saatnya media radio mulai selektif menerima informasi dan iklan sebelum
menayangkan informasi atau iklan yang didapatkan. Media radio harus berani menolak iklan
yang mengandung informasi bohong dan rekayasa. Radio hendaknya tidak mengorbankan dan
menyesatkan pendengar hanya demi mendapatkan pendapatan dari iklan. Walaupun pada
kenyataanya selama ini media radio sering terjebak pada kepentingan pendapatan iklan daripada
keakuratan informasi yang disampaikan. Kendati iklan adalah sumber pendapatan bagi
kehidupan operasional radio, namun radio juga tetap harus mengedepankan informasi yang
akurat, valid dan realistis. Media radio harus kembali melihat ketentuan pada pasal 36 ayat (5)
poin a Undang-Undang Penyiaran. Dimana disebutkan dengan tegas bawa isi siaran dilarang
bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong.
Media radio sebagai sebuah media yang menggunakan frekuensi publik sudah selayaknya
memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat bagi pendengarnya. Media radio
mengemban tanggungjawab moral atas kebutuhan masyarakat atau pendengar akan informasi
yang akurat dan valid. Tentu pendengar sangat membutuhkan dan menunggu informasi yang
memberikan pencerahan. Pendengar sangat membutuhkan informasi yang mendidik, bukan
informasi yang justru bohong dan menyesatkan.
Media radio yang selama ini memiliki sifat siaran yang akrab dengan pendengar, jangan
sampai menjadi media penyebar informasi bohong dan rekayasa. Media radio yang memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi pola pikir pendengarnya harusnya mampu terdepan dalam
memerangi berita bohong. Jangan sampai pula media radio berkoar-koar melawan berita bohong
dan rekayasa, tetapi dalam prakteknya justru menjadi pelopor penyebar berita bohong. Berita
bohong bukan saja berasal dari media abal-abal ataupun media sosial, tetapi dapat juga dari
media radio akibat kesalahan dalam mengelola informasi. Informasi bohong tidak saja
menimbulkan penyimpangan informasi tetapi juga berdampak pada konflik di masyarakat.
Apalagi jika informasi tersebut disebarluaskan melalui media radio yang dapat dengan mudah
diakses oleh masyarakat.
I Nengah Muliarta (HP. 081338576547)
Praktisi Penyiaran Bali dan
Konsultan Bali Broadcast Academia (BBA)
Komentar
Posting Komentar