Tim Redaksi Radio, Antara Ada dan Tiada.

Oleh : I Nengah Muliarta (HP. 081338576547) Praktisi Penyiaran Bali dan Konsultan Bali Broadcast Academia (BBA) Media cetak, online dan TV selama ini menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan berita aktual. Radio sebagai sebuah media juga memiliki kemampuan untuk menyajikan informasi dan berita kepada masyarakat. Bahkan radio memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan media lainnya dalam penyampaian informasi kepada masyarakat. Dengan keunggulan kecepatan melalui anggota tim redaksinya atau reporternya, radio mampu menyajikan informasi dan berita langsung pada saat kejadian dan langsung dari lokasi atau tempat kejadian. Namun berapa radio yang masih memiliki tim redaksi? Atau justru hanya memiliki seorang reporter? Sebagai sebuah perusahaan media, radio tidak ada bedanya dengan perusahaan media lainnya seperti TV, media cetak dan online. Sebagai sebuah media atau lembaga pers maka radio memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan perekat sosial. Lembaga penyiaran radio juga harus tunduk pada Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik dan etika profesi kewartawanan. Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2002 tentang penyiaran juga disebutkan bahwa Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Sebagai media komunikasi masa dan sebagai lembaga yang memiliki fungsi media informasi maka sebuah lembaga penyiaran radio wajib memiliki tim redaksi. Tim redaksi pada sebuah lembaga penyiaran radio memiliki peran sentral terutama dalam mempertanggungjawabkan perencanaan, mengelola hingga penyiaran sebuah berita. Tim redaksi menjadi otak dibalik kebijakan redaksi pemberitaan radio. Tim redaksi yang memegang peran penting dalam memutuskan informasi dan berita yang layak atau tidak layak disampaikan kepada pendengar. Tim redaksi yang menentukan informasi atau berita yang sesuai dengan segmentasi pendengar, termasuk format dan cara penyajian informasi kepada pendengar. Dengan adanya tim redaksi maka sebuah lembaga penyiaran radio akan memiliki pandangan atau sikap terhadap suatu permasalahan yang ada dan berkembang di masyarakat. Mengutif hasil survey uji petik yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Bali pada 2014 terhadap 15 radio menunjukkan hanya satu radio yang mengaku memiliki tim redaksi, walaupun dalam tim redaksi yang dimaksud hanya 1 orang penanggungjawab berita dan 1 orang reporter. Sedangkan media radio lainnya yang tidak memiliki redaksi cenderung menyiarkan informasi yang diambil dari media cetak dan online. Memang menjadi aneh ketika sebuah lembaga penyiaran radio mengambil informasi dari media cetak atau koran. Tentu menjadi pertanyaan, masihkan radio tersebut mengedepankan konsep kecepatan dan ketersegeraan dalam penyampaian informasi? Memang secara aturan tidak ada larangan radio mengambil dan menyiarkan berita dari koran, namun secara konsep kecepatan penyampaian informasi tentu menjadi tidak lazim. Sepatutnya radio menyiarkan berita dengan mengedepankan konsep kecepatan penyiaran, buka membaca berita dari koran yang kejadiannya sudah terjadi kemarinnya. Kejadian yang umum terjadi yaitu Pemilihan dan editing terhadap informasi atau berita dilakukan langsung oleh penyiar. Permasalahanya kemudian adalah ketika terjadi kesalahan editing atau pelanggaran etika jurnalistik, maka siapa yang akan bertanggungjawab? Apakah semua kesalahan akan langsung dibebankan pada seorang penyiar yang tugasnya hanya menyiarkan? Maka pada kondisi seperti inilah pentingnya sebuah tim redaksi dengan kebijakan redaksi dan tanggungjawab redaksinya. Tim redaksi memegang peran penting dalam menentukan arah kebijakan dan sikap redaksi. Radio sebagai sebuah lembaga media semestinya memiliki sikap redaksi yang tidak dipengaruhi dan mendapatkan tekanan dari pihak manapun, termasuk pemilik saham. Terdapat beberapa alasan dari lembaga radio yang menganggap tim redaksi tidak penting pada sebuah stasiun radio. Salah satu alasan tersebut yaitu alasan segmentasi dan format siaran radio yang mengarah pada hiburan. Tentu alasan tersebut tidak masuk akan dan sangat mengada-ada. Seharusnya apapun segmentasi dan format radio, seharusnya pengelola radio ingat bahwa lembaga yang dikelola adalah lembaga media, bukan café atau sekedar tempat karaoke. Sebagai sebuah media memiliki kewajiban untuk menyajikan informasi dan berita. Ketika menyajika informasi dan berita maka perlu tim pengelola yang biasa disebut sebagai tim redaksi. Pengelola radio perlu membuka kembali berkas proposal pengajuan permohonan ijin atau perpanjangan ijin yang diserahkan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dalam proposal tersebut terdapat komitmen dari manajemen radio untuk melengkapi siaran dengan informasi dan berita. Persentase penayangan informasi dan berita yang terdapat dalam proposal permohonan ijin yang menentukan adalah lembaga radio sendiri dan bukan dari KPI. Namun pada sisi lain juga terdapat lembaga radio dengan nama radio berita atau mengambil format berita tetapi isi siaranya didominasi musik. Parahnya lagi pengelola radio tidak memiliki kemampuan untuk membedakan informasi dan berita. Alasan lain dari pengelola radio yang tidak memiliki tim redaksi adalah tidak memiliki dana untuk membiayai operasional tim redaksi. Alasan ini cukup masuk akal jika dilihat dari sudut pandang ketersediaan modal. Dalam artian untuk apa menyiapkan tim redaksi jika tidak memiliki modal. Namun menjadi aneh jika dilihat dari sudut pandang operasional sebuah lembaga media. Bagaimana mungkin mengelola media dengan tidak menyiapkan modal untuk operasional tim redaksi? Apakah niatnya membuat media atau sekedar membuat toko penyedia jasa pemutar musik? Sebagai sebuah media tentu sudah menjadi kewajiban memiliki tim redaksi dan lengkap dengan biaya operasionalnya. Biaya operasional tim redaksi menjadi sebuah kebutuhan, agar tim redaksi dapat bekerja secara optimal. Alasan lain yang cukup aneh dari pengelola radio yang tidak memiliki tim redaksi yaitu tidak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM). Alasan ini menjadi aneh karena bagaimana mungkin sebuah media berupa lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik berdiri tanpa memiliki SDM?. Pengelola radio harus mengingat kembali bahwa yang hendak dibangun adalah sebuah media yang memerlukan SDM yang memiliki kemampuan jurnalistik dan mampu bekerja dalam sebuah tim redaksi. Jika memang tidak memiliki SDM tentu pengelola radio dapat melakukan pelatihan. Pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM tentu tidak hanya dapat dilakukan sekali atau dua kali saja, tetapi secara berkesinambungan. Radio sebagai sebuah lembaga media menjadi aneh jika tidak memiliki tim redaksi. Apapun segmentasi radio maka keberadaan akan tim redaksi menjadi penting dan sangat dibutuhkan. Membentuk sebuah tim redaksi pada sebuah lembaga radio menjadi sebuah kebutuhan wajib. Tim redaksi pada sebuah lembaga radio bukan hanya bertugas menyediakan informasi dan berita untuk dibaca oleh penyiar. Keberadaan tim redaksi juga menunjukkan sikap dan harga diri lembaga. Tim redaksi bukanlah sebuah tim pelengkap dalam lembaga radio, tetapi nadi dari sebuah operasional radio. Bagaimana mungkin sebuah lembaga radio dapat disebut sebagai sebuah media jika dalam operasionalnya tidak memiliki tim redaksi?. Berdasarkan keputusan redaksilah sebuah informasi dan berita dapat disiarkan. Jangan sampai akibat ketiadaan tim redaksi menyebabkan seorang penyiar harus menanggung kesalahan sendiri akibat menyampaikan informasi atau berita yang salah.

Komentar

Postingan Populer