Menuntut Tanggungjawab Nasionalisme Lembaga Penyiaran

Industri penyiaran sebagai sebuah bisnis tidak dapat lepas dari upaya untuk mengejar rating. Rating bagi lembaga penyiaran memang penting bila ditinjau dari sudut pandang bisnis penyiaran yang sarat padat modal. Apalagi rating menjadi sebuah pedoman bagi pemasang iklan untuk membidik konsumen. Pengiklan juga selalu secara rasional memilih beriklan pada program siaran yang memiliki rating tertinggi. Cukup disayangkan ditengah kepentingan bisnis, lembaga penyiaran melupakan tanggungjawab memandu publik pemilik frekuensi untuk menjaga dan meneguhkan semangat nasionalisme. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran dengan jelas telah mengamanatkan pada pasal 3 bahwa tujuan penyiaran adalah untuk memperkokoh integrasi nasional. Pasal 5 poin c juga dengan tegas menyebutkan bahwa penyiaran diarahkan untuk menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Ketentuan tersebut telah memberi penegasan bahwa penyiaran bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi atau bisnis. Penyiaran lebih diarahkan untuk kepentingan nasional masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku, ras dan agama. Amanat bagi lembaga penyiaran untuk mengedepankan nasionalisme dan meneguhkan semangat persatuan juga tertuang dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3). Dalam pasal 38 ayat (1) disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memulai siaran dengan menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan mengakhiri siaran dengan menyiarkan lagu wajib nasional. Pada ayat (2) disebutkan bagi lembaga penyiaran yang bersiaran 24 jam wajib menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya pada pukul 06.00 waktu setempat dan menyiarkan lagu wajib nasional pada pukul 24.00 waktu setempat. Tujuan adanya kewajiban menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu-lagu wajib nasional adalah untuk memberikan dorongan kepada lembaga penyiaran untuk berperan dan memberikan kontribusi dalam upaya menumbuhkan rasa persatuan dan nasionalisme. Harapanya dengan diulang-ulangnya penyiaran lagu Indonesia Raya dan wajib nasional maka rasa nasionalisme akan semakin mudah diwujudkan. Begitu juga semakin sering lagu Indonesia Raya dan wajib nasional disiarkan maka rasa akan cinta tanah air akan semakin tinggi. Memutar lagu Indonesia Raya dan wajib nasional bukan sebatas kewajiban belaka bagi lembaga penyiaran. Pemutaran lagu Indonesia Raya dan wajib nasional merupakan sebuah komitmen bagi lembaga penyiaran dalam upaya menjaga keutuhan NKRI, Persatuan dan rasa nasionalisme. Mengingat lembaga penyiaran ketika melakukan pengajuan ijin atau perpanjangan ijin pasti menyertakan surat penyataan mematuhi Undang-Undang Penyiaran, Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Surat penyataan merupakan sebuah komitmen yang harus dilaksanakan secara sadar dan tanpa paksaan. Lembaga penyiaran yang teledor maupun acuh dengan tidak menyiarkan lagu Indonesia Raya dan wajib nasional maka lembaga penyiaran akan mendapatkan sanksi adminitrasi. Sanksi adminitrasi tersebut beruapa teguran tertulis dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Surat teguran tersebut akan menjadi rujukan bagi KPI kedepannya dalam memutuskan memberikan rekomendasi kelayakan perpanjangan ijin bagi lembaga penyiaran. Sanksi semestinya tidak hanya diberikan bagi lembaga penyiaran yang tidak menyiarkan namun juga bagi lembaga penyiaran yang menyiarkan tetapi tidak pada waktu yang ditetapkan. Mengingat sering terjadi lembaga penyiaran yang tidak sesuai waktunya. Sebagai contoh kasus pada lembaga penyiaran berjaringan, dimana induk jaringan menyiarkan lagu Indonesia Raya pada pukul 06.00 WIB. Secara otomatis anak jaringan yang merelai akan menyiarkan lagu Indonesia Raya pada pukul 07.00 WITA atau 08.00 WIT. Semestinya anak jaringan saat penyiaran lagu lagu Indonesia Raya dan wajib nasional tidak merelai dari induk jaringan. Sebagai sebuah lembaga penyiaran yang berdiri sendiri, anak jaringan seharusnya mengelola program siaran sendiri. Jelang peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus dan hari besar nasional lainnya sepatutnya lembaga penyiaran lebih sering menyiarkan lagi wajib nasional. Kenyataanya sangat jarang ditemui lembaga penyiaran yang melakukan penyiaran lagu wajib secara rutin pada setiap pergantian program siaran atau disela-sela program siaran selama bulan Agustus. Lembaga penyiaran cenderung hanya menunggu dan baru melakukan ketika ada surat edaran dari KPI. Sepatutnya lembaga penyiaran secara sadar melakukan penyiaran lagu wajib nasional secara lebih rutin selama bulan agustus sebagai bentuk tanggungjawab atas penggunaan frekuensi publik. KPI juga sepatutnya langsung memberikan sanksi bagi lembaga penyiaran yang melanggar. KPI tidak boleh memberikan toleransi bagi lembaga penyiaran yang melanggar. Lembaga penyiaran sebenarnya dapat berkreasi dalam upaya berkontribusi dalam upaya memperkokoh integrasi nasional. Kontribusi tersebut tidak saja dengan menyiarkan lagu Indonesia Raya dan wajib nasional, tetapi dapat juga dalam bentuk iklan layanan masyarakat. Iklan layanan masyarakat tersebut dapat diproduksi sendiri atau bekerjasama dengan institusi lain dengan mengangkat tema nasionalisme. Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disebutkan bahwa “iklan layanan masyarakat (ILM) adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut”. Artinya iklan layanan masyarakat dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan gagasan atau pesan persatuan dan nasionalisme. Melalui iklan layanan masyarakat, lembaga penyiaran dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk menjaga persatuan dan meningkatkan rasa nasionalisme. Bagi lembaga penyiaran televisi tentu akan lebih mudah untuk membangkitkan semangat rasa nasionalisme melalui pemutaran film-film perjuangan. Menghadirkan kembali semangat nasionalisme para pemuda dengan menayangkan semangat perjuangan para pahlawan saat merebut kemerdekaan. Menyiarkan film dokumenter tentu juga menjadi sebuah pilihan bagi televise untuk mengisi program siaran menjelang hari kemerdekaan. Tentu cara ini sebuah pilihan untuk terlibat dalam menjaga rasa nasionalisme. Dibandingkan lembaga televisi hanya memutar sinetron yang isinya terkadang justru mengandung mengarahkan masyarakat pada sifat individualisme. Lembaga penyiaran radio tentu juga dapat berkreasi untuk membangkitkan semangat nasionalisme, salah satunya dengan memutar pidato Bung Karno. Cara lain misalnya dengan menghadirkan salam atau kata-kata perjuangan yang disuarakan oleh penyiar saat membawakan program siaran. Beragam cara dapat dilakukan lembaga penyiaran untuk berpartisipasi dalam upaya meneguhkan semangat nasionalisme. Tinggal kemauan dan rasa tanggungjawab lembaga penyiaran untuk terlibat dalam upaya menumbuhkan semangat nasionalisme pada masyarakat di wilayah daya pancarnya. Lembaga penyiaran sebagai sebuah media memiliki idealisme dan kebebasan dalam mengelola program da nisi siaran. Idealisme sebagai sebuah media harus dijaga dan kebebasan harus dikelola. Lembaga penyiaran memiliki pengaruh dan mempengaruhi pola pikir serta prilaku masyarakat. Masyarakat selalu berpegangan bahwa apa yang disampaikan lembaga penyiaran merupakan sebuah kebenaran. Menjadi sebuah tantangan bagi lembaga penyiaran dalam menjaga idealisme dan kebebasan dalam masyarakat Indonesia yang beragam. Lembaga penyiaran memiliki hak untuk menyuarakan idealisme dan kebebasan, tetapi punya kewajiban untuk menjaga nasionalisme. Intinya idealism dan kebebasan yang disuarakan oleh lembaga penyiaran hendaknya tidak melampui rasa nasionalisme. Oleh I Nengah Muliarta Praktisi dan Konsultan Penyiaran Bali HP. 081338576547

Komentar

Postingan Populer