Mata Air dan Air Mata Petani Subak di Bali

Bali patut berbangga karena Subak yang merupakan sistem pengairan pertanian di Bali mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya dunia. Harus diakui subak sejak kelahirannya pada abad XI atau sekitar tahun 1071 di Bali mampu sebagai organisasi yang memberikan dukungannya terhadap proses pembangunan pertanian Bali. Tantangan besarnya saat ini adalah sejauh mana ketersediaan air bagi sistem pengairan yang bernama Subak ini akan tetap mampu bertahan? Belum lagi debit aliran air di sumber mata air yang menjadi urat nadi Subak semakin mengecil. Mungkinkah sistem pengairan dengan nilai sosial-religius tersebut mampu dipertahankan, ditengah tekanan berbagai kepentingan? Keraguan akan eksistensi Subak semakin semakin pesimis jika merujuk penelitian yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup pada 1997 silam menyebutkan jika Bali akan mengalami krisis air pada 2013 sebanyak 27 miliar liter. Intervensi terhadap eksistensi Subak semakin banyak dan kondisi ini menyebabkan Subak semakin terjepit ditengah meningkatnya kebutuhan akan air. Jika awalnya subak mendapatkan air secara penuh dari sumber mata air yang ada, namun kini Subak harus berbagi air. Hal ini karena mata air yang menjadi sumber air bagi Subak juga dimanfaatkan oleh pemerintah daerah terutama pemerintah kabupaten/kota untuk penyediaan air bersih yang dioperasionalkan dalam bentuk perusahan air minum daerah (PDAM). Dalam perkembangan bisnisnya PDAM terus berupaya meningkatkan volume pasokan air karena peningkatan kebutuhan dan meningkatnya jumlah pelanggan. Sebagai sebuah contoh PDAM Denpasar kini memiliki daftar tunggu pelanggan mencapai sekitar 3000 pelanggan dan jumlah pelanggan yang dilayani mencapai 69.500 pelanggan. Peningkatan permintaan akan kebutuhan air bersih yang dialami PDAM tidak jarang harus mengorbankan kebutuhan air bagi Subak. Semakin ironis jika memperhatikan pembangunan Dam seperti pembangunan Dam Telaga Tunjung di Kabupaten Tabanan yang sebelumnya diperuntukkan bagi irigasi Subak nyatanya kini airnya juga dimanfaatkan oleh PDAM. Jika musim kemarau kondisinya semakin buruk karena sawah-sawah petani akan mengalami kekeringan dan akhirnya gagal panen. Sedangkan disatu sisi PDAM meraup keuntungan dari penjualan air ke pelanggan. Menjadi sebuah pertanyaan, seberapa besar keuntungan yang didapatkan PDAM diberikan kepada Subak sebagai sebuah kompensasi atas air yang diambil ? Seharusnya PDAM memberikan kompensasi yang pantas. Apalagi jika sampai sawah-sawah petani mengalami kekeringan. Dalam pemanfaatan air yang menjadi sumber air bagi subak, PDAM juga seharusnya membuat kesepakatan dengan Subak mengenai pembagian pemanfaatan air. Selain itu Kelompok Subak harus menjadi pengendali yang dominan atas pemanfaatan sumber mata air, jangan sampai kendali berada di bawah kepentingan bisnis dan politik. Pemanfaatan air oleh PDAM juga seharusnya tidak dilakukan pada daerah hulu tetapi pada daerah hilir. Perebutan akan kebutuhan air oleh Subak bukan hanya dengan PDAM, tetapi juga dengan perusahaan air minum kemasan, hotel dan villa yang berada di daerah hulu. Kejadian ini menunjukkan bahwa air telah menjadi komuditas ekonomi dan pengelolaan air dari public domain telah beralih ke penguasa politik. Begitu juga Fungsi air untuk kegiatan pertanian mulai bergeser ke arah pariwisata. Jika pemerintah serius untuk membangun pertanian guna mewujudkan swasembada pangan seharusnya kebutuhan air bagi pertanian lebih diutamakan. Tantangan eksistensi Subak lainnya adalah rusaknya saluran irigasi. Pemerintah memang terus melakukan perbaikan terhadap saluran irigasi, namun nyatanya kerusakan saluran irigasi juga akibat pembangunan infrastruktur umum seperti jalan. Jika diamati dalam pembangunan jalan tidak jarang menutup saluran irigasi. Kerusakan saluran irigasi akibat pembangunan jalan juga terkesan dibiarkan dan petani tidak dapat berbuat banyak. Pembangunan perumahan juga semakin memperparah kerusakan saluran irigasi sebab selama ini pengembang perumahan juga sering mengabaikan kerusakan saluran irigasi akibat pembangunan perumahan yang dilakukan. Kedepan pemerintah harus memberikan sanksi tegas terhadap pengembang atau pihak lainnya menimbulkan kerusakan saluran irigasi dalam aktivitas kegiatan yang dilakukan. Jika kondisi tersebut terus dibiarkan akan menyebabkan semakin luasnya lahan sawah yang akan mengalami kekeringan akibat tertutupnya saluran irigasi. Mengeringnya sungai-sungai di Bali juga menjadi salah satu tantangan bagi eksistensi Subak kedepan. Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali hampir 300 sungai dari 400-an sungai di Bali masuk kategori sungai kering atau tanpa aliran air. Kondisi ini terjadi menyusul mengeringnya sumber-sumber mata air di hulu karena rusaknya vegetasi tanaman di daerah itu. Kini harus ada upaya untuk melakukan rehabilitasi hutan di hulu sungai agar mata air kembali mengalir. Rehabilitasi hutan tersebut tak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi Bali, tetapi juga perusahaan-perusahaan yang ada di Bali. Terutama perusahaan yang memanfaatkan air sebagai sebuah bisnis seperti PDAM, hotel dan perusahaan air minum kemasan, sebagai bentuk kompensasi atas keuntungan ekonomi yang didapatkan. Subak tak semata-mata pengaturan pembagian air, tetapi Subak juga berfungsi sebagai pengendali pencemaran air. Jika dicermati dalam implementasi konsep Subak terdapat larangan untuk membuang sampah ke saluran irigasi. Para anggota Subak juga secara rutin bergotong royong untuk membersihkan saluran irigasi. Kegiatan ini bukan semata-mata untuk melancarkan aliran air yang menuju persawahan, tetapi juga meminimalkan pencemaran air akibat sampah dan bahan buangan lainnya. Pada beberapa Subak jika dicermati lebih jauh juga terdapat aturan berupa larangan untuk kencing atau membuang air besar di saluran irigasi atau aliran air. Norma ini jika dilihat secara konsep agama memang sebagai sebuah penghormatan dari petani anggota Subak terhadap Dewa Wisnu sebagai dewa air. Disisi lain jika dilihat secara ilmiah, kearifan local tersebut merupakan salah satu upaya menjaga air dari pencemaran. Pada intinya menjaga subak merupakan bagian dari menjaga siklus air. Menjaga siklus air berarti menjaga sumber mata air. Jangan sampai mata air kedepanya menjadi air mata bagi petani Subak, karena tidak jarang terjadi keributan antar anggota Subak akibat berebut air.

Komentar

Postingan Populer