Radio Diantara Fungsi Media dan Audio Player

Salah satu alasan orang mendengarkan radio adalah untuk mendapatkan hiburan. Namun hiburan yang dimaksud rata-rata adalah lagu-lagu yang disiarkan oleh stasiun radio. Dengan mendengarkan lagu-lagu favorit menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi pendengar radio. Hingga tidak jarang untuk menarik minat pendengar, stasiun radio menyiarkan lagu-lagu pilihan. Maka tidak jarang juga siaran radio hampir 80 persen didominasi oleh siaran lagu. Persepsi yang muncul di pengelola radio juga menempatkan lagu sebagai satu-satunya hiburan dalam siaran radio. Pada akhirnya isi siaran radio didominasi oleh siaran lagu dan akhirnya radio tidak ada bedanya dengan sebuah audio Player. Pada satu sisi ada pandangan pesimis bahwa radio mulai ditinggalkan pendengarnya ditengah pesatnya perkembangan TV dan media online. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan isi siaran radio yang hanya memutar lagu saja. Bahkan terdapat radio yang siarannya full music tanpa penyiar. Pandangan pesimis tersebut didasarkan pada kebiasaan yang menempatkan radio sebagai teman nyetir mobil supaya tidak bosan atau ngantuk. Termasuk memposisikan radio sebagai teman bekerja atau menjelang tidur. Pada sisi lain, terdapat pandangan positip yang menyatakan industri radio kembali bangkit di tengah era digitalisasi. Pandangan positif ini didasarkan pada fakta bahwa radio lebih banyak diakses melalui mobile phone. Pendengar radio melalui mobile phone justru didominasi oleh generasi muda. Berbicara fungsi media radio, salah satunya adalah sebagai media hiburan. Namun sayang batasan hiburan diterjemahkan sebatas menyiarkan lagu-lagu favorit. Padahal fungsi media hiburan yang diharapkan pada radio adalah hiburan yang mendidik dan memberikan nilai pengetahuan kepada pendengarnya. Program musik pada dasarnya hanya salah satu jenis program hiburan, selain program drama, humor, sandiwara radio, cerita tokoh, cerita dokumenter, hingga berita kisah. Permasalahanya kemudian, mengapa hanya program musik yang muncul? Apa penyebabnya sehingga program hiburan yang lain tidak muncul dalam siaran radio?. Pengakuan dari beberapa pengelola radio memang keterbatasan SDM menjadi salah satu penyebabnya. Kenyataannya memang radio mengalami keterbatasan SDM baik dari segi jumlah maupun kualitas SDM. Bila memang lembaga penyiaran radio mengalami keterbatasan jumlah SDM, tentunya sebagai sebuah perusahaan memiliki modal untuk melakukan perekrutan karyawan. Begitu juga jika memang lembaga penyiaran radio memiliki kualitas SDM yang rendah, sudah barang tentu sebagai sebuah lembaga media harus melakukan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan profesionalisme pekerja. Dalam beberapa kasus di daerah memang terdapat radio yang dalam operasionalnya hanya memiliki 2-6 penyiar. Secara komposisi jumlah tentu perbandingan jumlah jam siar tidak sebanding dengan jumlah penyiar jika radio dalam satu hari bersiaran dengan format 18 jam. Apalagi jika radio tersebut bersiaran 24 jam tentu tidak masuk akal jika hanya memiliki 2-6 siaran. Dampaknya adalah isi siaran hanya berisi lagu-lagu semata, ibarat sebuah audio player non stop. Kondisi seperti ini sama artinya dengan radio sekedar siaran atau sekedar hidup dan hanya untuk menghindari pencabutan ijin. Lembaga penyiaran radio yang isi siarannya hanya pemutaran lagu-lagu semata pada dasarnya sudah melanggar format siaran yang diajukan sendiri ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI memiliki hak untuk mencabut rekomendasi kelayakan yang diberikan kepada radio, karena lembaga penyiaran radio telah tidak mematuhi format siaran yang telah disetujui dan disepakati. Apalagi setiap tahun KPI memiliki program melakukan evaluasi dan monitoring siaran baik pada lembaga penyiaran radio dan TV. Kondisi yang cukup miris adalah radio yang hanya memutar lagu tanpa adanya penyiar dan yang ada hanya petugas operator semata. Celakanya lagi di sela-sela siaran terdapat audio jingle atau promo yang memberikan keleluasaan kepada pendengarnya untuk menentukan lagu yang akan diputarkan. Permasalahanya kemudian, apakah program siaran tersebut sesuai dengan program dan pola siaran yang diajukan ke KPI? Jika tidak, tentu lembaga penyiaran radio telah melanggar format siarannya sendiri. Kasus seperti ini sama halnya dengan menjadikan frekuensi sebagai bahan mainan. Padahal frekuensi sebagai sumber daya alam terbatas harusnya dapat digunakan dengan baik dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat atau public pemilik frekuensi. Siaran radio yang hanya berisikan lagu-lagu memang pada satu sisi disukai pendengar. Namun kecenderungan kesukaan pendengar lebih pada mendengarkan lagu dan tidak menjadi penting nama radio yang memutar lagu tersebut. Selanjutnya bagaimana radio akan mampu menarik pengiklan atau berebut pasar iklan jika siarannya hanya didominasi lagu? Begitu juga, bagaimana mungkin radio menjalankan fungsinya sebagai media, bila isi siaran hanya lagu? Sudah saatnya pengelola radio kembali pada konsep pemikiran bahwa mengelola radio adalah mengelola sebuah media buka mengelola audio player. Kedepan ditengah persaingan media yang semakin ketat, radio tidak lagi bisa sekedar memutar lagu-lagu favorit, sekedar cuap-cuap penyiar atau sekedar siaran. Pengelolaan radio kedepan dituntut mampu melakukan inovasi untuk menghadirkan informasi yang mendidik dan sebagai sarana mendapatkan berita terkini. Para pekerja radio juga dituntut untuk lebih kreatif dan cerdas dalam menginventarisasi dan memenuhi keinginan pendengar. Pengelola radio seharusnya sudah mulai memikirkan pengembangan program siaran yang mengedepankan pendidikan, informasi dan tidak hanya sekedar hiburan. Mengingat persaingan kedepan bukanlah pada persaingan untuk mendapatkan hati pendengar dan berebut kue iklan, tetapi pada perebutan posisi dan kualitas siaran. Siaran dikatakan berkualitas jika mampu memberikan nilai tambah informasi, mendidik dan menghibur secara sehat. Guna mencapai tujuan tersebut maka pengelolaan program siaran tidak lagi diserahkan pada seorang penyiar, tetapi pada sebuah tim kreatif. Walaupun dalam operasional keseharian radio hanya sekedar memutar lagu-lagu, maka penempatan lagu dan jenis music juga harus tetap memperhatikan pola dan program siaran yang diajukan ke KPI saat permohonan dan perpanjangan ijin. Proposal permohonan dan perpanjangan ijin siaran merupakan panduan dasar bagi lembaga penyiaran radio dalam melakukan operasional. Berani berbisnis di industry radio berarti harus siap dengan modal dan resikonya. Pengelolaan radio yang tidak disertai dengan kesiapan permodalan hanya akan melahirkan radio sekelas audio player. Oleh : I Nengah Muliarta (HP. 081338576547) Praktisi Penyiaran Bali dan Konsultan Bali Broadcast Academia (BBA)

Komentar

Postingan Populer