ILM Dalam Kungkungan Kepentingan Industri Penyiaran di Bali

Iklan layanan masyarakat (ILM) merupakan salah satu tayangan yang bersifat mendidik dan memberikan informasi bagi masyarakat. ILM menjadi salah satu bentuk upaya menggerakan solidaritas masyarakat dalam menghadapi ancaman yang dapat mengganggu keserasian dan kestabilan di dalam masyarakat. Kecenderunganya ILM digunakan untuk memperbaiki kesalahan atau perubahan nilai yang terjadi di masyarakat. Dampak penayangan ILM terhadap perubahan pola pikir masyarakat sudah terbukti sejak lama. Melalui ILM lembaga penyiaran memiliki peran dalam menggerakkan masyarakat untuk melakukan perbaikan. Jika dicermati dari segi tujuan, ILM merupakan kampanye sosial yang bertujuan menawarkan ide atau pemikiran untuk kepentingan layanan masyarakat umum. Mengingat ILM berisi pesan ajakan kepada masyarakat untuk melakukan suatu aksi untuk kepentingan umum. Berdasarkan Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran disebutkan bahwa siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan non komersial yang disiarkan melalui siaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau mempromosikan gagasan , cita-cita, anjuran dan/atau pesan-pesan lainya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut. Bagi lembaga penyiaran, penayangan iklan layanan masyarakat adalah sebuah kewajiban. Secara konseptual penayangan iklan layanan masyarakat menjadi wajib karena penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan perekat social. Sedangkan ILM menjadi salah satu aplikasi dari fungsi-fungsi penyiaran tersebut. Selain itu, dalam pasal 46 ayat (7) Undang-undang penyiaran juga menyebutkan bahwa “lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan masyarakat”. Persentase dari waktu siaran iklan layanan masyarakat juga telah diatur dengan tegas. Pada ayat (9) disebutkan “waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk lembaga penyiaran swasta paling sedikit 10 persen dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk lembaga penyiaran publik paling sedikit 30 persen dari siaran iklanya. Dalam Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) bahkan terdapat aturan terkait penayangan ILM secara cuma-cuma. Pasal 44 ayat (4) P3 menyebutkan lembaga penyiaran wajib menyediakan slot iklan secara cuma-cuma sekurang-kurangnya 50 persen dari seluruh siaran iklan layanan masyarakat per-hari untuk iklan layanan masyarakat yang berisi : keselamatan umum, kewaspadaan pada bencana alam, dan/atau kesehatan masyarakat, yang disampaikan oleh badan-badan publik. Sementara pada ayat (5) disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memberikan potongan harga khusus sekurang-kurangnya 50 persen dari harga siaran iklan niaga dalam slot iklan layanan masyarakat lainnya. Tentunya kewajiban-kewajiban tersebut terkait hak masyarakat sebagai pemilik frekuensi untuk mendapatkan informasi dan pendidikan secara Cuma-Cuma melalui ruang public di lembaga penyiaran. Ketentuan pada pasal 44 ayat (4) dan (5) juga member amanah bahwa lembaga penyiaran juga wajib memproduksi dan menyiaran ILM, tanpa menunggu adanya permintaan ataupun pesanan dari badan-badan public. Standar program siaran (SPS) juga mengamanatkan dengan tegas akan penayangan iklan layanan masyarakat. Dalam pasal 60 ayat (4) terdapat kewajiban bagi lembaga penyiaran untuk memberikan potongan harga khusus terhadap penayangan ILM. Aturan terkait penayangan disetiap program juga diatur dengan jelas dalam ayat (6). Dimana disebutkan bahwa waktu siar program iklan layanan masyarakat wajib memperhatikan penyebaran tayangan di setiap program siaran per-hari. Kelalaian terhadap penayangan ILM tentu berujung pada penjatuhan sanksi. Pasal 83 SPS menyebutkan lembaga penyiaran swasta yang tidak menyediakan waktu siaran untuk program siaran iklan layanan masyarakat paling sedikit 10 persen dari seluruh waktu siaran iklan niaga perhari, setelah mendapatkan teguran tertulis sebanyak 2 kali dikenakan sanksi adminitratif berupa denda administratif yang untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100 juta. Sedangkan untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1 miliar. Bagaimana jika denda administratif tidak dilaksanakan? Pasakupl 84 SPS menyebutkan bahwa dalam hal lembaga penyiaran swasta tidak melaksanakan denda administratif dalam waktu 30 hari kalender setelah denda administratif dijatuhkan, maka sanksi ditingkatkan menjadi pembekuan kegiatan siaran sampai dipenuhinya kewajiban membayar denda administratif. Ketentuan terkait ILM sudah sangat jelas, namun bagaimana implementasinya di lembaga penyiaran khususnya Bali ? Bila dicermati kesadaran lembaga penyiaran untuk menayangkan ILM cukup rendah. Hasil Survey KPID Bali selama Juni-Agustus 2014 terhadap 15 radio menunjukkan hanya 5 radio yang memproduksi ILM sendiri. Sedangkan radio lainnya menayangkan ILM milik lembaga atau instansi lain. Kondisi ini berarti hanya 5 radio yang memiliki kesadaran akan hak publik untuk mendapatkan informasi dan pendidikan melalui ILM. Hanya 5 radio yang memiliki rasa tanggungjawab terhadap penggunaan frekuensi milik public dan rasa penghormatan terhadap ruang public. Hanya 5 radio juga yang tahu akan kewajiban kepada public. Kasus yang sama juga terjadi pada lembaga penyiaran televisi. Buktinya dari 20 TV yang bersiaran di Bali, mungkin hanya 4 televisi yang menayangkan ILM. Jika ditelusuri lebih jauh, terdapat beberapa alas an klasik dari lembaga penyiaran yang tidak memproduksi dan menayangkan ILM. Alasan klasik pertama adalah tidak memiliki studio produksi. Alasan Kedua tidak memiliki dana produksi. Alasan ketiga adalah tidak memiliki tim kreatif untuk produksi ILM. Alasan-alasan tersebut seharusnya tidak muncul, jika terdapat rasa tanggungjawab dan mengetahui kewajiban dari penggunaan frekuensi yang merupakan milik public. Masalah berikutnya adalah bagaimana persentase tayangan ILM di lembaga penyiaran yang bersiaran di Bali. Hasil Survey KPID Bali selama Juni-Agustus 2014 terhadap 15 radio menunjukkan rata-rata radio di Bali memutar satu spot ILM sebanyak 2-6 kali dalam sehari. Sedangkan untuk satu spot iklan niaga ditayangkan rata-rata sebanyak 4-30 kali dalam sehari. Memang cukup ironis karena persentase penayangan ILM sangat kecil dibandingkan dengan iklan niaga. Padahal seharusnya persentase penayangan ILM paling sedikit 10 persen dari siaran iklan niaga untuk lembaga penyiaran swasta dan untuk lembaga penyiaran publik paling sedikit 30 persen dari siaran iklanya. Tentunya impelemntasi yang ada masih jauh dari harapan. Padahal jika bertitik tolak dari pasal 60 ayat (6) SPS yang memuat kewajiban untuk memperhatikan penyebaran tayangan di setiap program siaran per-hari. Kasus yang sama dapat ditemui di lembaga penyiaran televisi yang bersiaran di Bali. Pada lembaga penyiaran televisi dapat dilihat jumlah penayangan ILM mungkin lebih sedikit dari radio, sekitar 2-4 kali sehari. Bagaimana jika dilihat dari sisi perbandingan durasi waktu siar ILM dibandingkan dengan iklan niaga pada lembaga penyiaran di Bali ? penyiaran sebagai sebuah industry tentu targetnya adalah keuntungan secara financial. Hingga penayangan ILM menjadi sangat jarang, apalagi ILM tersebut sifatnya ditayangkan secara cuma-cuma. Target keuntungan sering menyebabkan lembaga penyiaran lupa akan kewajiban. Memang tidak jarang penayangan ILM hanya menjadi sebagai pelengkap siaran, bukan menjadi sebuah kesadaran akan kewajiban. Penayangan ILM semakin tersisih, dengan durasi yang terus berkurang seiring makin banyaknya iklan niaga. Belum lagi program dialog satu jam yang isinya penawaran produk dan jasa. Padahal secara aturan pasal 64 SPS disebutkan program siaran berisi perbincangan tentang produk barang, jasa dan atau kegiatan tertentu dikategorikan sebagai iklan dan dihitung dalam total persentase durasi iklan perhari. Maka jika dilihat secara durasi secara umum perhari, durasi penayangan ILM sangat kecil dibandingkan durasi iklan niaga secara keseluruhan. KPID bali sebagai pengawas siaran di wilayah Bali tentu memerlukan sumber daya manusia yang cukup untuk melakukan pemetaan dan evalusi terhadap penayangan ILM. Selain itu juga memerlukan dukungan peralatan yang memadai. Mengingat saat ini di Bali terdapat 57 lembaga penyiaran radio dan 20 lembaga penyiaran televisi. Dengan keterbatasan SDM dan peralatan harus diakui bahwa KPID Bali belum mampu secara optimal untuk melakukan pengawasan dan evalusi terhadap kewajiban penayangan ILM oleh lembaga penyiaran. Penulis : I Nengah Muliarta nengahmuliarta@gmail.com

Komentar

Postingan Populer