Gado-Gado Siaran Radio di Bali'
Gado-Gado
Siaran Radio di Bali'
Ketika
mencermati sebuah siaran radio di Bali ini terkadang kita tidak pernah
mencermati apa segmen radio tersebut. Begitu juga ketika membandingkannya
dengan siaran radio lainnya, rasanya sangat sulit membedakan antara segmen
radio A dan Radio B. Hal terpenting bagi pendengar selama ini ketika
mendengarkan radio adalah lagu-lagu yang diputar enak di dengar dan merupakan
lagu kesukaan penggemar. Terkadang Cuma jenis musik yang diputar yang
membedakan antara radio A dan Radio B. Padahal segmentasi yang membedakan
antara radio satu dengan radio lainnya. Dimana ketepatan segmentasi berhubungan
erat dengan efektivitas iklan.\r\n\r\nBagaimana kalau sejenak kita melihat
segmentasi radio di Bali? Apakah segmentasi yang di dengungkan sesuai dengan
isi siarannya?. Guna mengungkap ini tentunya kita memerlukan suatu penelitian,
walaupun secara kasar kita dapat mencermati dengan mendengarkan seluruh isi
siaran dan program siaran masing-masing radio. Berdasarkan data Komisi
Penyiaran Indonesia daerah (KPID) Bali jumlah radio di Bali mencapai 69 radio.
Radio-radio ini tersebar di 9 kabupaten kota di Bali.
Tercatat dari 69 radio di Bali, segmentasi masing-masing radio terlihat beragam. Segmentasi yang cukup umum ditemui adalah segmentasi entertaiment, informasi dan olah raga. Terdapat juga radio yang menyatakan diri berada dalam segmentasi news dan pendidikan. Namun cukup disayangkan segmentasi yang di dengungkan belum teraplikasi dalam program siaran. Dalam program siaran hampir 80 persen isi siaran hannya sekedar memutar lagu, menghitung waktu dan kirim salam. Jikapun terdapat beberapa informasi yang disajikan cendrung bukan produksi sendiri. Informasi yang disajikan tersebut mengutif dari media lain. Kondisi yang lebih parah, penyiar yang membacakan informasi hasil kutipan tidak menyebutkan sumber dimana mengutif informasi tersebut. Kadang kala kondisi lebih miris lagi sang penyiar mengomentasi informasi tersebut sehingga informasi yang disajikan menjadi salah arah. Padahal jika kembali pada prinsip penyampaian informasi dalam dunia penyiaran bahwa haram hukumnya mengomentasi berita atau informasi.
Persaingan bisnis radio yang semakin ketat di Bali menyebabkan ketepatan segmentasi siaran menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Supaya mampu mempertahankan segmentasi maka radio akan berlomba mempertahankan format musik, jenis acara atau program acara dan target pendengar. Namun apa yang terjadi selama ini? Dengan harapan memperoleh porsi iklan yang sama besar atau malah lebih besar tidak jarang beberapa radio keluar dari segmentasinya sehingga memunculkan segmentasi yang gado-gado.
Tercatat dari 69 radio di Bali, segmentasi masing-masing radio terlihat beragam. Segmentasi yang cukup umum ditemui adalah segmentasi entertaiment, informasi dan olah raga. Terdapat juga radio yang menyatakan diri berada dalam segmentasi news dan pendidikan. Namun cukup disayangkan segmentasi yang di dengungkan belum teraplikasi dalam program siaran. Dalam program siaran hampir 80 persen isi siaran hannya sekedar memutar lagu, menghitung waktu dan kirim salam. Jikapun terdapat beberapa informasi yang disajikan cendrung bukan produksi sendiri. Informasi yang disajikan tersebut mengutif dari media lain. Kondisi yang lebih parah, penyiar yang membacakan informasi hasil kutipan tidak menyebutkan sumber dimana mengutif informasi tersebut. Kadang kala kondisi lebih miris lagi sang penyiar mengomentasi informasi tersebut sehingga informasi yang disajikan menjadi salah arah. Padahal jika kembali pada prinsip penyampaian informasi dalam dunia penyiaran bahwa haram hukumnya mengomentasi berita atau informasi.
Persaingan bisnis radio yang semakin ketat di Bali menyebabkan ketepatan segmentasi siaran menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Supaya mampu mempertahankan segmentasi maka radio akan berlomba mempertahankan format musik, jenis acara atau program acara dan target pendengar. Namun apa yang terjadi selama ini? Dengan harapan memperoleh porsi iklan yang sama besar atau malah lebih besar tidak jarang beberapa radio keluar dari segmentasinya sehingga memunculkan segmentasi yang gado-gado.
Jika
kembali kita kembali ke awal saat penentuan segmentasi radio, terdapat sebuah
pertanyaan besar. Apakah penentuan segmentasi radio di Bali telah diawali
dengan sebuah penelitian? Guna menjawab pertanyaan tersebut mungkin harus
meminta pengakuan yang jujur dari pengelola radio. Hasil pemantauan KPID Bali
terhadap beberapa radio di Bali menunjukkan bahwa penentuan segmentasi hanya
berdasarkan kira-kira. Jika segmentasinya saja sudah kira-kira maka
implementasi programnya juga akan menjadi program kira-kira yang disukai
pendengar. Kondisi ini yang akan menggiring radio pada siaran yang tidak jelas
dan gado-gado.
Pemilihan Lagu vs Mood penyiar
Pemilihan Lagu vs Mood penyiar
Direktur
Musik memegang peranan penting dalam siaran sebuah radio, namun menjadi
pertayaan apakah semua radio di Bali memiliki direktur musik? Pertanyaan
berikutnya jika sebuah radio memiliki direktur musik, apakah format musik pada
setiap program siaran diatur dan diawasi oleh direktur musik? Kedua pertanyaan
tersebut menjadi pertanyaan mendasar karena dalam realita sehari-hari cukup
sering terdengar kombinasi musik yang belum tertata dalam siaran program sebuah
radio. Contoh yang sangat sederhana adalah ketika mendengarkan siaran lagu-lagu
oldies. stasiun radio tentu memiliki batasan yang jelas batasan lagu yang masuk
kategori oldies, namun dalam kenyataanya sangat berbeda. Kondisi akan semakin
parah jika dalam pemilihan lagu diserahkan kepada penyiar, maka lagu yang
diputar akan sangat dipengaruhi oleh kesukaan dan mood sang penyiar. Kondisi
ini cukup sering ditemui dalam siaran radio di Bali. Diakui atau tidak itulah
yang terjadi saat ini pada radio di Bali.
Selain
masalah penataan musik, masalah berikutnya adalah masalah penyajian. Jika
dicermati cukup sering kita mendengar pemutaran lagu yang memiliki hentakan
cepat yang kemudian disambung dengan lagu berikutnya yang memiliki hentakan
lambat. Cukup jarang ditemui adanya penggunaan pemisah lagu yang menandakan
pergantian lagu dari lagu yang memiliki hentakan cepat ke cepat atau
sebaliknya. Kejadian seperti ini semakin membuat tidak tertatanya sebuah siaran
radio.
Kondisi yang lebih buruk lagi yaitu cukup sering penyiar siaran hanya sekedar siaran. Dalam artian penyiar siaran hanya menghantarkan siaran semata, sehingga penyiar hanya menjadi penunjuk waktu dengan menyebutkan waktu saat ini dan menjadi pelebel lagu dengan hanya menyebutkan judul lagu dengan penyayinya. Padahal jika dikembalikan pada fungsi dan peran radio maka selain memiliki fungsi sebagai media hiburan, radio juga sebagai media informasi. Namun kenyataanya selama ini cukup jarang penyiar melengkapi diri dengan bahan-bahan informasi.
Tata Krama Siaran
Kondisi yang lebih buruk lagi yaitu cukup sering penyiar siaran hanya sekedar siaran. Dalam artian penyiar siaran hanya menghantarkan siaran semata, sehingga penyiar hanya menjadi penunjuk waktu dengan menyebutkan waktu saat ini dan menjadi pelebel lagu dengan hanya menyebutkan judul lagu dengan penyayinya. Padahal jika dikembalikan pada fungsi dan peran radio maka selain memiliki fungsi sebagai media hiburan, radio juga sebagai media informasi. Namun kenyataanya selama ini cukup jarang penyiar melengkapi diri dengan bahan-bahan informasi.
Tata Krama Siaran
Bagi
seorang penyiar, siaran ibarat menggelar sebuah pertujukan. This is your show
time!. Butuh persiapan maksimal bagi seorang penyiar untuk menghibur pendengar.
Materi siaran harus benar-benar dipersiapkan mulai dari lagu, suplemen acara,
news, hingga recheck performa perangkat siaran. Namun apa yang terjadi selama ini
adalah kecendrungan penyiaran lupa akan konsep pagelaran yang akan disajikan
kepada pendengar . Cukup banyak penyiar yang hanya menjadikan siaran sebagai
pelaksanaan tugas semata. Banyak penyiar yang dari hari ke hari siarannya
begitu-begitu saja, tanpa roh dan tanpa kreatifitas. endengarpun akan mengambil
sikap yang penting mendengarkan, atau bahkan enggan untuk mendengarkan penyiar
dan hanya mendengarkan lagu yang disajikan semata.
Dalam sebuah pertunjukan biasanya terdapat sebuah aturan atau prosedur dan itu juga ada dalam konsep siaran yang harus dipegang oleh seorang penyiar. Siaran pada dasarnya tidak hanya sekedar cuap-cuap namun juga memberi informasi terbaru bagi pendengar dengan catatan tanpa terkesan menggurui. Tapi apa yang terjadi pada penyiar radio di Bali? Kesan menggurui cukup sering terdengar, seperti misalnya anda harus begini atau begitu. Penyiar yang memiliki tatakrama dalam siaran, tidak hanya asal bisa bicara di depan mic. Dia harus menyadari bahwa pada saat dia siaran sama saja dia sedang berbicara di depan ribuan pendengar.
Tata krama lain yang harus diperhatikan dalam siaran adalah tata krama dalam pemilihan kata. Jika kembali pada konsep kesetaraan maka pemilihan kata dalam siaran haruslah penggunaan kaata yang menempatkan posisi penyiar dan pendengar sama. Dalam hal ini kata yang standar digunakan adalah menyapa pendengar dengan kata 'Anda'. Namun apa yang terjadi selama ini? Dengan alasan gaya remaja cukup sering seorang penyiar menggunakan kata 'Elu dan Gue'. Diakui atau tidak itulah yang terjadi. Jika dilihat kembali ke konsep sebuah radio bahwa radio mempunyai konsep kelokalan makan penggunaan kata 'Elu dan Gue' itu seakan sangat jauh dengan kelokalan Bali.
Satu tata krama dalam siaran bagi seorang penyiar adalah ketika tertawa dalam siaran. Memang sampai saat ini tidak ada batasan tertawa, namun harus diingat kembali bahwa siaran adalah sebuah pertunjukkan. Apa yang terjadi pada beberapa penyiar radio di Bali saat ini? Tertawa ngakak itulah sebutannya dan itu cukup sering terdengar dalam sebuah siaran radio. Menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah ketika perekrutan penyiaran dan pelatihan penyiar tidak pernah diberikan pelatihan tentang tata krama siaran? Kondisi ini menjadi pelengkap betapa gado-gadonya siaran radio di Bali.
Penulis : Nengah Muliarta
Dalam sebuah pertunjukan biasanya terdapat sebuah aturan atau prosedur dan itu juga ada dalam konsep siaran yang harus dipegang oleh seorang penyiar. Siaran pada dasarnya tidak hanya sekedar cuap-cuap namun juga memberi informasi terbaru bagi pendengar dengan catatan tanpa terkesan menggurui. Tapi apa yang terjadi pada penyiar radio di Bali? Kesan menggurui cukup sering terdengar, seperti misalnya anda harus begini atau begitu. Penyiar yang memiliki tatakrama dalam siaran, tidak hanya asal bisa bicara di depan mic. Dia harus menyadari bahwa pada saat dia siaran sama saja dia sedang berbicara di depan ribuan pendengar.
Tata krama lain yang harus diperhatikan dalam siaran adalah tata krama dalam pemilihan kata. Jika kembali pada konsep kesetaraan maka pemilihan kata dalam siaran haruslah penggunaan kaata yang menempatkan posisi penyiar dan pendengar sama. Dalam hal ini kata yang standar digunakan adalah menyapa pendengar dengan kata 'Anda'. Namun apa yang terjadi selama ini? Dengan alasan gaya remaja cukup sering seorang penyiar menggunakan kata 'Elu dan Gue'. Diakui atau tidak itulah yang terjadi. Jika dilihat kembali ke konsep sebuah radio bahwa radio mempunyai konsep kelokalan makan penggunaan kata 'Elu dan Gue' itu seakan sangat jauh dengan kelokalan Bali.
Satu tata krama dalam siaran bagi seorang penyiar adalah ketika tertawa dalam siaran. Memang sampai saat ini tidak ada batasan tertawa, namun harus diingat kembali bahwa siaran adalah sebuah pertunjukkan. Apa yang terjadi pada beberapa penyiar radio di Bali saat ini? Tertawa ngakak itulah sebutannya dan itu cukup sering terdengar dalam sebuah siaran radio. Menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah ketika perekrutan penyiaran dan pelatihan penyiar tidak pernah diberikan pelatihan tentang tata krama siaran? Kondisi ini menjadi pelengkap betapa gado-gadonya siaran radio di Bali.
Penulis : Nengah Muliarta
Penikmat
Siaran Radio di Bali
Rabu, 18 Agustus 2010
Komentar
Posting Komentar