Penerapan E-Government di Bali Masih Berstatus Pilot Project
Penerapan E-Government di Bali Masih Berstatus Pilot Project
Electronic
Government
(E-Government) pada dasarnya merupakan penyederhanaan praktek
pemerintahan dengan mempergunakan teknologi informasi dan komunikasi. e-Government seakan menjadi jawaban pada
era globalisasi untuk mewujudkan pelayanan pemerintahan yang lebih baik,
akuntabel dan transparan. Penerapan e-government adalah untuk mencapai suatu
tata pemerintahan yang baik (good
governance). Sesuai konsep dasar terdapat dua pengertian dasar dalam e-government. Pertama, bagaimana
pemerintah menjalankan fungsinya ke luar baik itu masyarakat maupun kepada
pelaku bisnis. Hal yang lebih penting pemerintah menawarkan pelayanan yang
lebih sederhana dan mudah kepada pihak yang terkait. Kedua, Kegiatan internal pemerintahan
dilakukan oleh pegawai pemerintah seperti electronic procurement, manajemen
dokumen berbasiskan web, formulir elektronik dan hal-hal lain yang dapat
disederhanakan dengan penggunaan internet. Namun apakah konsep dasar dari e-government ini dapat terimplementasi
secara baik di daerah, seperti di Bali?
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mulai
mencoba untuk mengimplementasikan e-government
sebagai usaha peningkatan pelayanan pada masyarakat. Langkah awal penerapan e-government secara bertahap dilakukan
melalui program absen sidik jari, Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) online,
samsat online, jaringan internet dan sebagainya. Memang cukup banyak masalah
yang muncul dalam implementasinya, mulai dari ego antar instansi hingga
kesiapan SDM. Berbagai keterbatasan yang ada menyebabkan implementasi e-government terkesan masih setengah
hati. Kondisi ini terkadang menimbulkan jawaban para pemangku kepentingan
dengan menyatakan penerapan e-government
di Bali masih berstatus pilot project atau proyek percontohan. Padahal
penerapan e-government diharapkan
mampu memberikan peningkatan kualitas pelayanan pemerintahan yang selama ini
dianggap lambat, berbelit-belit, kurang efisien dan tidak transparan.
Realisasi
Implementasi E-Government
Implementasi e-government di lingkungan internal pemerintah provinsi Bali
dilakukan dalam bentuk penerapan absensi sidik jari mulai awal Januari 2011.
Absensi sidik jari bertujuan meningkatkan disiplin aparatur dilingkungan
Pemerintah Provinsi Bali. Permasalahanya kemudian adalah, apakah absensi
sidik jari antar satu instansi dengan instansi lainnya telah menjadi satu
kesatuan jaringan? Jika ternyata masih
terpisah antar instansi maka absensi sidik jari tidak akan memberikan manfaat
bagi penyederhanaan system adminitrasi di lingkungan pemerintah provinsi Bali. Komitmen
penerapan e-government secara penuh
menjadi menjadi wajib diimplementasikan agar program absesi sidik jari tidak
menjadi program proyek yang menghabiskan dana besar.
Implementasi e-government bagi pelayanan masyarakat dilakukan pemerintah
provinsi Bali melalui program samsat online. Selain sebagai upaya mempercepat
pelayanan bagi pembayar pajak kendaraan bermotor, pemberlakuan samsat online
juga diharapkan dapat menekan kebocoran penyelewengan serta menekan adanya
calo-calo samsat. Kenyataanya dilapangan, keterbatasan infrastruktur menjadi
salah satu alasan belum maksimalnya implementasi samsat online. Calo-calon
samsat juga masih bergentayangan karena samsat online belum memberikan
kemudahan dan transparansi bagi masyarakat. Kedepan penerapan samsat online
harus memperhatikan kesiapan infrastruktur agar implementasinya tidak
setengah-setengah.
Program lainnya yang rencananya
dilakukan secara online adalah program Jaminan kesehatan Bali Mandara (JKBM)
online. Tantanganya dalam pengembanganya kedepan yaitu infrastruktur di setiap
kabupaten, terutama di lingkungan rumah sakit kabupaten. Jangan sampai
keterbatasan infrastruktur menjadi kendala dalam pelayanan akibat rumitnya
birokrasi rumah sakit. Masalah lain yang perlu mendapat perhatian yaitu
jaringan online antar rumah sakit, sehingga transfer pasien dan data antar
rumah sakit tidak lagi menunggu proses adminitrasi yang panjang.
Kesiapan SDM
Pengembangan kualitas SDM merupakan
salah satu kunci dari keberhasilan penerapan e-government. Kenyataannya dilapangan, Karo Humas dan Protokol
Pemerintah provinsi Bali Ketut Teneng menyebutkan dari sekitar 7000 pegawai
negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah provinsi Bali, tercatat 20 persen
diantaranya masih gagap teknologi (gaptek). Kondisi ini menjadi salah satu hambatan
besar dalam penerapan e-government di
Bali. Data yang terungkap tersebut baru dilingkungan pemerintah provinsi Bali.
Bagaimana kemudian dengan pegawai negeri di Kabupaten/kota atau bahkan
kecamatan yang akan menjadi ujung tombak aplikasi e-government? Dalam
prakteknya dilapangan sering kali kendala seperti ini dihadapi dengan
memindahkan SDM gaptek ke bidang lain yang tidak berkaitan dengan pemanfaatan
teknologi informasi. Padahal untuk menjawab tantangan ini perlu upaya peningkatan kapasitas SDM dan penataan dalam
pendayagunaannya, dengan perencanaan yang matang dan komprehensif sesuai dengan
kebutuhan, serta pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Padahal
peningkatan kapasitas dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal dan non
formal, maupun pengembangan standar kompetensi yang dibutuhkan dalam
pengembangan dan implementasi e-government.
Peningkatan
kualitas SDM pada kenyataanya tidak tidak terbatas pada upaya pendidikan, tetapi
juga perlu adanya upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya
informasi serta pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi (e-literacy), baik di kalangan pemerintah
dan pemerintah daerah otonom maupun di kalangan masyarakat dalam rangka
mengembangkan budaya informasi ke arah terwujudnya masyarakat informasi (information society). Peningkatan
kesadaran dan pemahaman selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan perubahan pola
pikir, sikap dan budaya kerja aparat pemerintah yang mendukung pelaksanaan e-government. Kebijakan lainnya yaitu peningkatan
motivasi melalui pemberian penghargaan/apresiasi kepada seluruh SDM bidang
informasi dan komunikasi di pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat yang
secara aktif mengembangkan inovasi menjadi karya yang bermanfaat bagi
pengembangan dan pelaksanaan e-government.
Pada akhirnya keberhasilan penyiapan SDM sejak tingkat persiapan secara matang
akan menjadi landasan bagi tercapainya implementasi e-government pada level yang lebih lanjut.
Ketersediaan Dana
Permasalahan
umum dalam penerapan teknologi baik di kalangan pemerintahan dan non
pemerintahan adalah masalah ketersediaan dana. Walaupun penggunaan
teknologi tidak berarti harus dengan biaya ratusan milyar atau trilyunan
rupiah. Keterbatasan pendanaan dalam penerapan e-government di Bali tidak berarti penerapan teknologi kualitas
rendah. Kedepan menjadi tantangan bagi pemerintah provinsi Bali untuk mampu
menyediakan layanan akses teknologi murah dan berkualitas. Selain itu Pemprov
Bali perlu menyiapkan strategi dalam membangun jaringan e-government yang luas walaupun dengan pendanaan yang terbatas.
Pengadaan infrastruktur e-government melalui system tender harus
tetap memperhatikan faktor kualitas. Walaupun sistem tender selalu memberikan
kemenangan pada pihak yang mampu memberikan tawaran harga murah, tetap saja
spesifikasi dan standar kualitas peralatan tetap menjadi perhatian utama. Jika
implementasinya dilapangan tetap pada harga murah dengan kualitas rendah maka
pengadaan peralatan program e-government
akan menjadi proyek tahunan dengan biaya akumulasi yang lebih tinggi. Pemerintah
provinsi Bali harus memiliki standar peralatan yang pasti sehingga kualitas
peralatan yang akan dipakai terjamin kehandalannya.
E-Government dan Partisipasi Publik
E-government dapat
memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat
aktif dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan oleh pemerintah, memperbaiki
produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
fakta yang ada, pelaksanaan e-government belum mampu mengakses
keterlibatan public secara maksimal. Kemudahan dalam e-government baru hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat. Tantangan utama dari pengembangan e-government adalah kemampuan dan kesiapan manajemen serta para
pelakunya bukan teknologi. Adanya daerah serta kelompok sosial yang sukar
mendapatkan pelayanan jaringan informasi secara komersial merupakan tantangan
yang juga harus dihadapi. Apabila tidak diatasi secara khusus maka dapat
mengakibatkan timbulnya digital divide. Apalagi hingga saat ini
ketersediaan akses teknologi terutama internet belum merata hingga ketingkat
pedesaan. Pada daerah perkotaan akses internet juga masih sangat terbatas.
Satu
kasus yang cukup menarik dilingkungan Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali
menunjukkan penggunaan informasi melalui website belum mampu di maksimalkan
oleh masyarakat Bali. Informasi pengumuman tender pengadaan barang melalui
website belum secara menyeluruh diketahui oleh masyarakat Bali, sehingga justru
peserta tender sebagian besar adalah perusahaan dari luar Bali. Kondisi ini
terjadi karena di satu sisi akses internet belum menyeluruh dan di sisi lain
hanya sebagian kecil masyarakat Bali yang melek internet. Kesenjangan teknologi
seperti ini juga harus mulai diantisipasi sehingga informasi pemerintah dengan
masyarakat dapat terjalin dengan baik. Kedepan harus ada upaya dari pemerintah
provinsi Bali untuk membangun kerjasama penyediaan pusat-pusat akses informasi
bagi masyarakat. Kebijakan ini perlu untuk mengatasi kesenjangan informasi dan
teknologi pada tingkat masyarakat kelas bawah.
Permasalahan
lain yang juga harus diantisipasi dalam implementasi e-government di Bali adalah masalah budaya, dalam artian budaya
berbagai informasi. Kondisi ini memang tidak hanya terjadi di Bali tetapi
hampir di seluruh Indonesia. Budaya berbagi informasi belum menjadi sesuai yang
biasa di Bali ataupun di Indonesia. Justru terdapat pameo yang mengatakan:
“Apabila bisa dipersulit mengapa dipermudah?”. Banyak oknum yang menggunakan
kesempatan dengan mepersulit mendapatkan informasi ini.
Jaminan Keamanan Data E-Government
Dalam beberapa
artikel tentang penerapan e-government
di sebutkan keamanan data dalam implementasi e-government di Indonesia sering terlupakan.
Padahal jika diperhatikan dampak dari kebocoran data akan berdampak sangat
buruk. Kebocoran data apalagi jika data tersebut bersifat sangat rahasia maka
akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Seperti rencana
pemberlakuan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) online jika datanya tidak
terproteksi dan bocor maka data tersebut dapat di duplikasi dan menyebabkan
kerugian bagi pemerintah dan masyarakat. Duplikasi tersebut dapat saja
duplikasi kartu dengan menggunakan data yang bocor sehingga orang yang
seharusnya tidak mendapatkan layanan JKBM dengan kartu duplikasi dapat
mengakses layanan JKBM. Begitu juga dengan data program samsat online yang jika
mengalami kebocoran maka data pemilik dan data-data kendaraan dapat disalahgunakan
oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.(muliarta)
Komentar
Posting Komentar